Jumat, 10 Juni 2016

REVIEW JURNAL PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS PP NO.46 TAHUN 2013




      1. Judul Penelitian                  : PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS PP NO.46 TAHUN 2013                                                   TENTANG PPh ATAS PENGHASILAN DARI USAHA WAJIB                                                           PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

      2. Penulis                                : I Putu Gede Diatmika

      3. Nama Jurnal                       : Jurnal Akuntansi Profesi Vol. 3 No.2, Desember 2013

      4. Tahun Terbit                       : 2013

      5. Latar Belakang Penelitian  :

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kontribusi wajib pajak yang menerapkan PP 46 tahun 2013 dengan kontribusi wajib pajak yang tidak menerapkan PP 46 tahun 2013. Pembandingan dilakukan dengan mengambil salah satu perusahaan yang menerapkan PP 46 tahun 2013 dengan kisaran margin 7% dalam laporan keuangan periode 1 Januari sampai 30 Juni 2013. Dari segi perlakuan akuntansi sebaiknya pengusaha yang tergolong mempunyai karateristik khusus seperti UMKM menerapkan perlakuan akuntansi pajak yang bersifat final yakni sebesar 1% dari peredaran usaha mereka setiap bulannya. PP 46 sejatinya mengandung tiga tujuan utama kemudahan tertib administrasi, tranparansi dan peningkatan kontribusi masyarakat dalam pembangunan. Oleh karena itu sudah selayaknya PP 46 dijadikan instrumen untuk menutup defisit penerimaan pajak di tiap - tiap KPP.
Dengan Adanya PP 46 ini tidak menjadikan tugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menjadi lebih sedikit. Bayangkan saja sederet proses administrasi baru nantinya bakal ditemui. Pemberian SKB, Pengurangan sanksi administrasi, Pengawasan pemotongan dan pemungutan PPh serta pengembalian (restitusi) pajak yang seharusnya tidak terutang. Namun semua itu tentunya dalam rangka mendapatkan fresh money yang nantinya akan disumbang oleh PP 46 ini. Data Sensus Pajak Nasional bisa dijadikan feeder untuk menstimulus jalannya PP 46. Petugas KPP harus rajin mendatangi satu persatu sentra bisnis dimana terdapat potensi wajib pajak sesuai dengan kriteria PP 46. Pokok pengaturan dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah pengenaan PPh dengan tarif sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan atas penghasilan dari usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam satu tahun. Dunia usaha belum sepenuhnya bisa menerima perlakuan kebijakan perpajakan yang ada selama ini. Celah kebocoran dari permainan oknum petugas pajak dengan pengusaha dan konsultan masih belum pulih dari akuntabilitas dan transparansi. Inilah salah satu yang mendorong agar UMKM dikenakan tarif pajak khusus bagi yang mempunyai peredaran usaha dibawah 4,8 Millyar setahun. Permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut adalah apakah celah untuk melakukan manipulasi dengan perekayasaan laporan keuangan pajak dengan memanfaatkan kebijkan PP no.46 tahun 2013 menimbulkan pilihan untuk menaikan peredaran usaha atau menurunkan peredaran usaha.

      6. Metode                                    :

Penelitian ini dirancang dengan pendekatan deskriptif dengan perhitungan secara ekonomi berupa perbandingan rasio profit margin yang sama pada perusahaan yang memanfaatkan kebijakan PP no.46 tahun 2013 dengan perusahaan yang tidak memanfaatkan kebijakan PP no.46 tahun 2013. Lokasi penelitian adalah perusahaan yang berada di lingkungan Banjar Cica Abianbase Mengwi Badung Bali. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara langsung ke perusahaan yang bersangkutan.

Data yang terkumpul berupa data keuangan yang disusun oleh pengusaha. Data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Melakukan pengujian kembali atas perhitungan profit margin yang dilaporkan oleh pengusaha yang dinyatakan sebesar 7% dengan mengukur rasio sebagai berikut :
Net Profit Margin
= Keuntungan netto sesudah pajak
(EAT) : Penjualan Netto x100%
2.Melakukan analisis perbandingan dengan memasukkan kebijakan PP nomor 46 tahun 2013 dibandingkan yang tidak menerapkan kebijakan PP no.46 tahun 2013.

7. Hasil Penelitian                       :

Kebijakan PP no. 46 tahun 2013 tentang penerapan tariff pajak 1% final atas pengusaha UMKM yang mempunyai peredaran bruto dibawah 4,8M setahun mulai efektif bulan Januari 2013. Dari hasil pengumpulan data didapat informasi mengenai komposisi peredaran bruto sebagai berikut:
Tabel 1: Peredaran Usaha dengan Tarif Pajak 1% dan 25%

Bulan
Omset
Tarif 1 %
Margin 7 %
PPh
Badan
25%
Januari
257.264.380
2.572.644
18.008.507
4.502.127
Februari
263.141.850
2.631.419
18.419.930
4.604.983
Maret
102.919.090
1.029.191
7.204.336
1.801.084
April
137.959.510
1.379.595
9.657.166
2.414.291
Mei
75.531.030
755.310
5.287.172
370.102
Juni
207.002.050
2.070.020
14.490.143
3.622.534
Juli
64.801.050
648.010
4.536.074
1.134018
agustus
614.966.720
6.149.667
43.047.670
10.761.918
Jumlah
1.723.585.680
17.235.857
120.650.998
30.162.750
Sumber: Laporan Bulanan Perusahaan
Komposisi peredaran bruto usaha dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2013 belum mencapai 4,8M ini berarti perusahaan bisa menerapkan surat edaran Direktorat Jenderal Pajak No.46 tahun 2013. Dari segi perhitungan menunjukkan bahwa sebenarnya kebijakan ini menguntungkan wajib pajak yang tergolong usaha mikro dan menengah. Secara nominal hampir pendapatan Negara berkurang sebesar 50% kalau semua pengusaha yang mempunyai peredaran usaha dibawah 4,8M
menerapkan tariff 1% yang bersifat final ini. Yang perlu diwaspadai sekarang adalah bagaimana para wajib pajak menyajikan laporan komposisi biaya agar tidak memperlihatkan nilai yang tidak wajar di mata fiskus. Kalau kejanggalan ini terjadi maka akan ada tegoran dari fiskus ke wajib pajak bersangkutan.

      8. Penutup                                   :

Hasil perhitungan sample yang diambil dari perusahaan yang mempunyai profit margin 7% menunjukkan penghematan financial bagi pengusaha yang mempunyai peredaran usaha dibawah 4,8M sebesar 50% kalau dibandingkan dengan menggunakan tariff pajak penghasilan sebesar 25% dengan menggunakan pembukuan yang lengkap. PP Nomor 46 ini sejatinya mengandung tiga tujuan utama kemudahan tertib administrasi, transparansi dan peningkatan kontribusi masyarakat dibidang pembangunan.Oleh karena itu sudah selayaknya PP 46 dijadikan instrument untuk menutup defisit penerimaan pajak di tiap-tiap Kantor Pelayanan Pajak setempat.


Sumber Referensi Jurnal :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar