1.
Konsep dan pengertian kemiskinan
- Pengertian Kemiskinan :
·
Arti Kemiskinan itu sendiri adalah keadaan dimana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian
, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
·
Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu pada
garis kemiskinan (poverty line)
- Konsep Kemiskinan :
·
konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan
relative. Kemiskinan relative yaitu ukuran kesenjangan dalam distribusi
pendapatan, biasanya dikaitkan dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang
dimaksud.
·
konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan
disebut kemiskinan absolute. Kemiskinan absolute adalah derajat kemiskinan di
bawah, dimana kebutuhan minimal untuk dapat bertahan hidup tidak dapat
terpenuhi. Ini adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah).
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum
pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih
tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam
kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan
sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi
pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
3. Penyebab dan dampak dari
kemiskinan
- Kemiskinan terjadi dikarenakan beberapa sebab yaitu:
- Rendahnya kualitas angkatan kerja.
- Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.
- Rendahnya masyarakat terhadap penguasaan teknologi.
- Penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
- Tingginya pertumbuhan penduduk.
- Dampak bahaya akibat kemiskinan
- Dampak bahaya kemiskinan yang pertama adalah , berkurangnya rasa nasionalisme terhadap suatu Negara, di karenakan lebih memikirkan kebutuhan untuk bertahan hidup saja kesulitan apalagi memikirkan rasa cinta pada Negara.
- Dampak bahaya kemiskinan yang kedua, banyak terjadinya tidak kejahatan di mana mana , di karenakan masih banyaknya masyarakat yang berpikiran pendek dalam memenuhi kebutuhan hidup dan sudah terlalu terdesak dengan kebutuhan tanpa di bekali iman dalam agama sehingga segala cara pun di lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ketiga adalah , harga diri suatu Negara yang jatuh dimata dunia dan akan diremehkan dan di anggap sumber daya manusianya tidak punya potensi untuk maju dan hanya mengandalkan bantuan dan bantuan.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ke empat adalah , semakin tidak terurusnya generasi muda oleh orang tua dan terlepas begitu saja dari pendidikan dan pengawasan orang tua sehingga menumbuhkan generasi muda yang tidak mengindahkan akan budaya ketimuran.
- Dampak bahaya kemiskinan yang kelima adalah , hilangnya rasa kegotong royongan dan saling membantu di karenakan sudah menjamurnya budaya loe ya loe guwe ya guwe sehingga menimbulkan kurangnya rasa persatuan di suatu Negara.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ke lima adalah , timbul banyak nya penyakit di mana mana baik itu penyakit menular sex ataupun penyakin yang di sebabkan karena tempat yang kumuh atau makanan yang di konsumsi tidak sehat.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ketujuh adalah , semakin drastis berkurangnya belajar agama atau keyakinan pada Tuhan di karenakan lebih pada memikirkan kebutuhan yang utama yaitu makan.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ke delapan adalah , terjadinya banyak perselingkuhan di mana mana baik perselingkuhan dalam berbisnis , perselingkuhan dalam rumah tangga dan perselingkuhan dalam mencintai tanah air.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ke Sembilan adalah , semakin terpuruknya ekonomi bangsa yang akan mengakibatkan kehancuran suatu bangsa, akibat ingin memisahkan diri dari wilayah kesatuan tanah air.
- Dampak bahaya kemiskinan yang ke sepuluh adalah , lahirnya sebuah kelompok masyarakat yang begitu pandai,dahsyat dan kreatif melahirlan suatu yang baru dan canggih akibat terhimpit ekonomi dan terjadinya revolusi masal dan terpecah belahnya suatu Negara menjadi Negara Negara kecil.
4. Pertumbuhan,Kesenjangan,Dan
Kemiskinan
- Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjanga
- Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
5. Beberapa indikator kesenjangan & kemiskinan
- Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy(GE),ukuranAtkinson,danKoefisienGini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara
pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjaditigagroup :
40% penduduk dengan pendapatan rendah,
40% penduduk dengan pendapatan menengah,
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
40% penduduk dengan pendapatan rendah,
40% penduduk dengan pendapatan menengah,
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidak merataan
pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk
dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi yaitu :
pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.
Tingkat ketidak merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17%dari jumlah pendapatan.
Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi yaitu :
pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.
Tingkat ketidak merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17%dari jumlah pendapatan.
Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
B. Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan2macam pendekatan,yaitu:
- Pendekatan kebutuhan dasar (basic
needs approach)
Basic Needs Appoarch merupakan pendekatan
yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonsep tualisasikan
sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
- Pendekatan Head Count Index
Head Count Index merupakan ukuran yang
menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk
yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai
rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan
demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan
makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan(non foodline).
6. Kemiskinan di Indonesia
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya
menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an
diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa
(Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun
1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak
maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik.
Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang
mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan
data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10
sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang
berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini
diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena
infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat
memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga
tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus
menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa,
bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan
kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah
kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada
persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.
Kemiskinan
telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,
kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang
lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan,
sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela
mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak
orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk
mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi
keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor
perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga
yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima
upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat
masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan
menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan.
kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis
mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya
adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat
mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada
hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi
hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan
seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada
habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia
- Tahun 1976 sampai
2007.
Jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2
juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada
tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta
jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang
sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin
berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan,
dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen
dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan
hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan,
dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka
ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin
kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun
2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa.
Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan karena terjadinya
krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan
pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
- Tahun 2007–Maret
2008
Analisis
tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan
untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis
kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar
9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007
menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Hal yang sama juga
terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing meningkat sebesar 9,02
persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret
2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah
penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di
daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode
Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta,
sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk
miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan
Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah
perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu
63,47 persen.(Badan Pusat Statistik).
7. Faktor-faktor penyebab terjadinya
kemiskinan antara lain :
- Pengangguran
Semakin banyak pengangguran, semakin
banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar. Karena pengangguran atau
orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia itu semakin hari semakin
bertambah. Selain itu pengangguran juga menimbulkan dampak yang merugikan bagi
masyarakat, yaitu pengangguran dapat menjadikan orang biasa menjadi pencuri,
perampok, dan pengemis yang akan meresahkan masyarakat sekitar.
- Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak adanya keterampilan, ilmu
pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat tidak akan mampu
memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan pendidikan masyarakat
bisa mengerti dan memahami bagaimana cara untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi kehidupan manusia.
Dengan belajar, orang yang semula
tidak bisa menjadi bisa, salah menjadi benar, dsb. Maka dengan tingkat
pendidikan yang rendah masyarakat akan dekat dengan kemiskinan.
- Bencana Alam
Banjir, tanah longsor, gunung
meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani, sehingga tidak ada
bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah atau koperasi.
Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
tidak dapat terpenuhi.
- Malas Bekerja
Adanya sikap malas
(bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh
tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
- Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan
dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi
kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena
sumberdaya alamnya miskin.
- Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja
akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang
harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal
tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan
modal dan keterampilan.
- Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab
mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka
menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh
penghasilan.
- Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai
anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan
pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga
akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
8. Kebijakan anti Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau
mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk
intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama
strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
- pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
- Pemerintahan yang baik (good governance)
- Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi
tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran
atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor
pertanian dan ekonomi pedesaan, adalah terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan. Hal ini
sangat penting melihat kenyataan bahwa di satu pihak hingga saat ini sebagian
besar wilayah indonesia masih daerah pedesaan dan sebagian besar penduduk
indonesia bertempat tinggal dan bekerja di pedesaan. Demikian juga sebagian
besar penduduk bekerja atau mempunyai sumber pendapatan di sektor pertanian. Di
pihak lain, sumber utama kemiskinan di pedesaan maupun di perkotaan berasal
dari pedesaan. Seperti yang dijelaskan dalam teori A.Lewis, pada awalnya
penduduk di pedesaan lebih padat dari pada di perkotaan, yang membuat tingkat
kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Akibat ketimpang ini
terjadilah migrasi dan urbanisasi, yang sebenarnya adalah perpindahan sebagian
dari kemiskinan di pedesaan ke perkotaan.
Intervensi
lainnya adalah manajemen lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Hal ini sangat
penting karena hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA akan dengan sendirinya
menjadi faktor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang
berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Pembangunan
transpotasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan keikutsertaan
masyarakat sepenuhnya (stakeholders’ participation) dalam proses
pembangunan, dan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
juga merupakan intervensi jangka pendek yang sangat pendek.
b. Intervensi jangka menengah dan panjang
1.Pembangunan
sektor swasta
Peranan aktif
sektor ini sebagai motor utama penggerak ekonomi/sumber pertumbuhan dan penentu
daya saing perekonomian nasional harus ditingkatkan.
2. Kerjasama
regional
Hal ini menjadi
sangat penting dalam kasus indonesia sehubungan dengan pelaksanaan otonomi
daerah. Kerja sama yang baik dalam segala hal, baik di bidang ekonomi,
industri, dan perdagangan, maupun nonekonomi (seperti pembangunan sosial), bisa
memperkeci kemungkinan meningkatnya gap antara
provinsi-provinsi yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak punya (miskin)
SDA.
3. APBN dan administrasi
Perbaikan
manajemen pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan publik, termasuk juga sistem
administrasinya, sangat membantu usaha untuk meningkatkan cost
effectiveness dari pengeluaran pemerintah untuk membiayai
penyediaan/pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum, seperti
pendidikan, kesehatan, olah raga, dan lain-lain
4. Desentralisasi
Tidak hanya
desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan strategi/kebijakam
pembangunan ekonomi dan sosial daerah sangat membantu usaha pengurangan
kemiskinan di dalam negeri. Desentralisasi seperti itu memberi suatu kesempatan
besar bagi masyarakat daerah untuk aktif berperan dan dapat menentukan sendiri
strategi atau pola pembagunan ekonomi dan sosial di daerah sesuai faktor-faktor
keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki masing-masing daerah.
5. Pendidikan dan Kesehatan
Tidak diragukan
lagi, pendidikan dan kesehatan yang baik bagi semua anggota masyarakat di suat
negara merupakan prakondisi bagi keberhasilan dari anti-poverty policy dari
pemerintah negara tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan (terutama
dasar) dan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari pemerintah di
mana pun, baik di DCs maupun LDCs. Pihak swasta bisa membantu dalam penyediaan
tersebut, tetapi tidak mengambilalih peranan pemerintah tersebut.
6. Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan
Sama seperti
penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan, penyediaan air bersih dan
pembangunan perkotaan, terutama pembangunan fasilitas-fasilitas umum/utama,
seperti pemukiman/perumahan bagi kelompok masyarakat miskin, fasilitas sanitasi
dan transportasi, sekolah, kompleks olah raga, dan infrastruktur fisik (seperti
jalan raya, waduk, listrik, dan sebagainya), merupakan intervensi yang efektif
untuk mengurangi tingkat kemiskinan, terutama di perkotaan.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar