1. Produk Domestik Bruto
PDB
(Gross Domestic Product/GDP) adalah jumlah nilai dari semua produk akhir barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam periode waktu tertentu.PDB
mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi dan eksport
dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
Rumus
PDB :
PDB
= C + I + G + (X-I)
C=
Konsumsi masyarakat
I
= Investasi
G
= Pengeluaran pemerintah
X
= Eksport
I
= Import
PDB
merupakan salah satu indikator yang penting dalam melihat sehat tidaknya
perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran kawasan tersebut.Biasanya
PDB disajikan sebagai perbandingan tahun sebelumnya. Sebagai contohnya jika PDB
tahun ke tahun Indonesia naik 5,5% itu
artinya ekonomi Indonesia bertumbuh sebanyak 5,5% selama tahun terakhir
tersebut.
Seperti
yang biasa terlihat, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan
oleh PDB mempunyai dampak yang besar kepada perekonomian.Sebagai contohnya,
jika ekonomi suatu negara dinyatakan sehat maka dapat diartikan dengan tingkat
pengangguran yang rendah dimana banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji
yang meningkat menandakan pertumbuhan dari industri-industri di dalam
ekonomi.Perubahan yang signifikan di dalam PDB apaah positif atau negatif
mempunyai dampak yang besar kepada pasar saham.Dengan mudah dapat dijelaskan
bahwa ekonomi yang tidak sehat berarti penurunan keuntungan bagi perusahaan
yang dalam arti praktis diartikan sebagai penurunan harga saham perusahaan
tersebut.Investor sangat khawatir dengan pertumbuhan negatif PDB yang dapat
diartikan oleh para ekonom, yaitu tanda terjadinya resesi.
2. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan
masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
per-kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal
pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi
berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia
yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
sangat tinggi ditambah lagi fakta bahwa penduduk Indonesia dibawah garis
kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan
lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan
pendapatan masyarakat per-kapita dapat tercapai.
Pertumbuhan
ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata.Pertumbuhan
ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial.
3. Pemerintaha Orde Baru
Maret 1966 Indonesia
memasuki pemerintahan orde baru. Perhatian pemerintah lebih ditujukan
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial
di tanah air. Hubungan dengan negara barat dijalin kembali dan ideologi
komunis dijauhi. Indonesia kembali menjadi anggota PBB, IMF dan World
Bank.
Langkah yang
dilakukan pada masa orde baru antara lain:
1. pemulihan
stabilitas ekonomi, sosial dan politik serta rehabilitasi ekonomi
2.
mencukupkan stok cadangan bahan pangan (terutama beras)
3.
menghidupkan kegiatan produksi
4.
meningkatkan ekspor
5.
menekan tingkat inflasi
6.
mengurangi defisit keuangan pemerintah
7.
menciptakan lapangan pekerjaan
8.
mengundang kembali investor asing
9.
penyusunan rencana pembangunan lima tahun secara bertahap dengan target-target
yang
jelas
Secara keseluruhan
program ekonomi pemerintah orde baru dibagi menjadi dua jangka waktu yang
saling berkaitan yaitu Program jangka pendek dan Program jangka panjang.
Program jangka pendek meliputi:
1. tahap
penyelamatan (Juli-Desember 1966)
2.
tahap rehabilitasi (Januari-Juni 1967)
3.
tahap konsolidasi (Juli-Desember 1967)
4.
tahap stabilisasi (Januari-Juni 1968)
Program jangka pendek
ini dilanjutkan dengan program jangka panjang, yang terdiri atas rangkaian
REPELITA yang dimulai April 1969. program jangka panjang dibagi menjadi
tahapan-tahapan Repelita. Tahap pelaksanaan Pelita I (1969/1970) sampai
Pelita V (1993/1994) disebut Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun Pertama (PJP
I). Sedangkan Pelita VI sampai Repelita X disebut PJP II. Namun
pemerintah orde baru hanya dapat menyelesaikan sampai tahap pembangunan pelita
VI sedangkan pelita VII hanya sempat dilaksanakan satu tahun anggaran.
Adapun tujuan
janka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses industrialisasi
dalam skala besar, yang pada saat itu diangggap satu-satunya cara yang paling
tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti
kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.
Pada masa
pemerintahan orde baru pelaksanaan pembangunan senantiasa diarahkan pada
pencapaian tiga sasaran pembangunan, meskipun prioritasnya berubah-ubah sesuai
dengan masalah dan situasi yang dihadapi saat ini. Ketiga sasaran
tersebut dikenal dengan Trilogi Pembangunan:
-
stabilitas perekonomian
-
pertumbuhan ekonomi
-
pemerataan hasil-hasil
pembangunan
Dampak Repelita I dan
pelita-pelita berikutnya terhadap perekonomian Indonesia cukup
mengagumkan. Proses pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju
pertumbuhan rata-rata per tahun yang cukup tinggi, jauh lebih baik daripada
selama orde lama dan juga relatif lebih tinggi daripada laju rata-rata
pertumbuhan ekonomi dari kelompok negara-negara berkembang.
Perubahan
ekonomi structural juga sangat nyata selama masa orde baru bila dilihat dari
perubahan PDB, terutama dari sector pertanian dan industri. Meningkatnya
kontribusi output dari sector industri manufaktur terhadap pertumbuhan PDB
selama periode orde baru mencerminkan adanya proses industrialisasi atau
transformasi ekonomi di Indonesia dari negara agraris ke semi industri.
Ini merupakan salah satu perbedaan nyata dalam sejarah perekonomian Indonesia
antara rezim orde baru dengan orde lama.
Sejak masa
orde lama hingga berakhirnya orde baru dapat dikatakan Indonesia telah mengalami
2 orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni ekonomi tertutup yang
berorientasi sosialis pada jaman Soekarno ke ekonomi terbuka yang
berorientasi kapitalis pada jaman Soeharto. Perubahan orientasi kebijakan
ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada pemerintahan orde baru lebih
baik dibanding pemerintahan orde lama.
Pengalaman ini
menunjukkan beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih
dahulu agar usaha membangun ekonomi berjalan baik.
Kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. kemauan
yang kuat (political will)
2.
stabilitas politik dan ekonomi
3.
SDM yang lebih baik
4.
system politik dan ekonomi yang Western Oriented
5.
kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik
Kebijakan-kebijakan
ekonomi masa orde baru memang telah menghasilkan proses transformasi ekonomi
yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya yang
sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Dapat dilihat
antara lain pada buruknya kondisi sector perbankan nasional dan semakin
besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan
impor.
·
PEMERINTAHAN
TRANSISI
Tanggal 14 dan 15 Mei
1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan hebat
akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”. Mereka mengambil
sikap demikian karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara
tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. 2 Juli 1997 bank sentral
Thailand terpaksa mengumumkan nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan dengan
dolar AS. Sejak itu nasibnya diserahkan sepenuhnya pada pasar. Hari
itu juga pemerintah Thailand meminta bantuan IMF.
Apa yang
terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara asia
lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia. Rupiah Indonesia mulai
terasa goyang sekitar Juli 1997 dari Rp.2500 menjadi Rp.2650 per dolar
AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil.
Sekitar
September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang
perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak bertambah buruk,
pemerintah orde baru mengambil beberapa langkah konkrit, di antaranya menunda
proyek-proyek senilai Rp.39 trilyun dalam upaya mengimbangi keterbatasan
anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi perubahan nilai rupiah
tersebut. Awalnya pemerintah berusaha menangani krisis rupiah ini dengan
kekuatan sendiri. Akan tetapi setelah menyadari merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri,
lebih lagi karena cadangan dolar AS di BI mulai menipis karena terus digunakan
untuk intervensi untuk menahan atau untuk mendongkrak kembali nilai tukar
rupiah. 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan dari
IMF. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Thailand, Filiphina dan
Korea Selatan.
Akhir Oktober
1997 IMF mengumumkan paket bantuannya pada Indonesia yang mencapai 40 milyar
dolar AS, 23 milyar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama (front line
defence). Sehari setelah pengumuman itu, seiring dengan paket reformasi
yang ditentukan oleh IMF, pemerintah mengumumkan pencabutan ijin usaha 16 bank
swasta yang dinilai tidak sehat. Ini merupakan awal kehancuran
perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah
yang menjelma menjadi krisis ekonomi akhirnya menimbulkan krisis politik
yang dapat dikatakan terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka. 21
Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya
BJ.Habibie. 23 Mei 1998 presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal
terbentuknya pemerintahan transisi.
·
PEMERINTAHAN
REFORMASI
Dalam hal
ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada 1999 kondisi perekonomian
Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai
positif walaupun tidak jauh dari 0 % dan pada tahun 2000 proses pemulihan
perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir
mencapai 5 %.
Selama pemerintahan
reformasi, praktis tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang dapat
terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan social yang bernuansa
disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan di Aceh, Maluku,
dsb. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar yang mencerminkan
semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri,
juga pertikaian elit politik semakin besar.
Selain itu,
hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF
juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU no.23 tahun 1999 mengenai
Bank Indonesia, penetapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah
untuk pinjam uang dari luar negeri dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda
pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut menyebabkan IMF menunda
pencairan bantuannya, padahal roda perekonomian nasional saat itu bergantung
pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan
bangkrut oleh Paris Club
(negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa Indonesia
dengan kondisi perekonomian yang semakin buruk dan defisit keuangan
pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali
hutangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo pada 2002. bahkan Bank
Dunia juga mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF
dengan pemerintah Indonesia macet.
4. Faktor-faktor penentu Prospek Petumbuhan Ekonomi Indonesia
1. Faktor
Internal
Krisis
ekonomi pada tahun 1998 yang disebabkan oleh buruknya fundamental ekonomi
nasional, serta lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional pasca
peristiwa tersebut menyebabkan banyak investor asing yang enggan (bahkan
hingga sampai saat ini) menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudian proses
pemulihan serta perbaikan ekonomi nasional juga tidak disertai kestabilan
politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial , serta tidak
adanya kepastian hukum. Padahal faktor-faktor non ekonomi inilah yang merupakan
aspek penting dalam menentukan tingkat resiko yang terdapat di dalam suatu
Negara untuk menjadi dasar keputusan bagi para pelaku usaha atau investor
terutama asing, untuk melakukan usaha atau menginvestasikan modalnya di Negara
tersebut.
2. Faktor
Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional serta
dunia merupakan faktor eksternal yang sangat penting untuk mendukung proses
pemulihan ekonomi di Indonesia. Kondisi perdagangan dan perekonomian regional
atau dunia dinilai penting, sebab apabila kondisi perdagangan dan perekonomian
Negara-negara tersebut terutama mitra Indonesia sedang melemah, maka akan
berdampak pula pada proses pemulihan yang akan semakin mengulur waktu dan
akibatnya dapat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia.
5. Perubahan Struktur Ekonomi
Teori
perubahan struktual menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens dan
menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang
lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer. Ada dua teori utama
yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari
Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi struktual).
Teori Lewis
pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan
di perkotaan. Dalam teorinya, mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara
pada dasarnya terbagi menjadi 2, yaitu perekonomian tradisional di perdesaan
yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan
dengan industri sebagai sektor utama.
Kerangka
pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori
Chenery, dikenal dengan teori pattern of development, memfokuskan pada
perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang
mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistens) ke sektor
industri sebagai mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar